Kenapa Muhammadiyah lebarannya berbeda? Penyebab perbedaan perhitungan Lebaran NU dan Muhhamdyah? Dalam menentukan
hilal Muhammadyah menggunakan “hakiki wujudul hilal”.
Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,
إِنَّا أُمَّةٌ
أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
”Sesungguhnya kami
adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis)[5] dan tidak pula mengenal hisab[6]. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan
bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).”
Argumen Muhammadiyah dalam berpegang kepada Wujudul Hilal seperti yang
disampaikan Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. berikut:
Pertama,semangat Al Qur’an adalah menggunakan perhitungan.
Hal ini ada dalam ayat “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan”(QS.
55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar
dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga
dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS. Yunus (10)
ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahi bilangan tahun dan
perhitungan waktu.
Kedua,jika spirit Qur’an adalah dengan perhitungan, mengapa
Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa Az-Zarqa,
perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah
rukyat adalah karena ummat zaman Nabi Saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal
baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh
Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,
“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis
dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni
kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari.”
Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat.
Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan
hisab, maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada
ahli hisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qardawi menyebut
bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad
Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi
murni, menegaskan bahwa menggunakan perhitungan untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali
di tempat di mana tidak ada orang mengetahui perhitungan.
Ketiga,dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat
meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr.
Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak
mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di
kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur
dengan baik.
Keempat,rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya,
rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk
bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari
yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang
tidak dapat merukyat. Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajat dan
di bawah lintang selatan 60 derajat adalah kawasan tidak normal, dimana tidak
dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat
melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan
lingkaran antartika yang siang pada musim panas melebihi 24 jam dan malam pada
musim dingin melebihi 24 jam.
Kelima,jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur
sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan
sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak
dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan
jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa apabila terjadi
rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun,
jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang
saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini
tidak dapat dipertahankan.
Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan
suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat
menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras di seluruh dunia.
Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian sistem waktu Islam di
dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita memegangi hisab dan tidak
lagi menggunakan rukyat. Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender
Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami)
tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al Khittami
wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah
menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariah di kalangan
umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap
hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab
untuk menentukan waktu-waktu shalat.”
Sebagaimana diketahui pada garis besarnya sistem penetapan awal bulan
Qamariyah ada dua yaitu hisab dan ru'yah. Kedua sistem ini bermaksud untuk
mengamalkan sabda Rasulullah SAW tentang penentuan awal bulan khususnya bulan
Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah, yaitu :
Ru'yatuI hilalyang dalam istilah astronomi disebut observasi
secara langsung awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawwal yaitu sabda
Rasulullah SAW yang artinya: "Berpuasalah kamu ketika melihat bulan (bulan
sabit Ramadhan) dan berbukalah kamu ketika melihat bulan (bulan Syawwal) maka
jika mendung hendaklah kamu sempurnakan bulan Sya'ban tiga puluh hari. (hadis
ru'yah, dalam Kitab Shahihul al-Bukhari, hadis yang ke-940). Menurut
prinsip ru'yat penentuan awal bulan harus dibuktikan dengan melihat bulan sabit
(hilal) di atas ufuk pada hari yang ke 29. Jika hilal tidak berhasil dilihat
karena mendung atau tertutup awan maka harus diistikmalkan/disempurnakan 30
hari. Ru'yah berasal dari akar kata ra'a yang artinya melihat dengan mata
telanjang sebagaimana di zaman Rasulullah Saw. Jadi golongan ahli ru'yah ini
berpatokan kalau sudah melihat bulan sabit (baru), baru hidup bulan (datang
bulan baru). Kalau tidak melihat bulan karena mendung atau tertutup awan maka
bulan masih belum hidup (masih tanggal 30), sehingga tanggal satu bulan baru
pada besok lusa. demikianlah pendapat ulama dari kalangan mazhab Syafi'i antara
lain Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitab Tuhfah juz ke IIIhal 374 yang intinya
mewajibkan puasa dikaitkan dengan ru'yatul hilal yang
terjadi setelah terbenam mata hari bukan karena wujudnya hilal walaupun bulan
sudah tinggi di atas ufuk kalau bulan tidak terlihat belum masuk bulan baru.
Sistem hisabmenurut Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A.yang
disampaikan dalam pengajian Ramadhan 1431 H PP Muhammadiyah di Kampus Terpadu
UMY. “Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal,
yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah
baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi
atau ijtima', ijtima' itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat
matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.”
Pada prinsipnya hisab berdasarkan sistem ijtima, yaitu antara bumi dan
bulan berada pada satu garis lurus astronomi. Bulan menyelesaikan satu kali
putaran mengelilingi bumi dalam waktu 29 hari 44 menit 27 detik atau satu
keliling. Jika ijtima terjadi setelah matahari terbenam pada hari ke 29 maka
besoknya terhitung hari yang ke 30 (bulan baru belum wujud), tetapi jika ijtima
terjadi sebelum mata hari terbenam hari yang 29 maka besoknya terhitungbulan
baru atau tanggal 1. Hisab ini berdasarkan firman Allah Surah Yunus ayat 5 yang
artinya :
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan
bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi
perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan
(waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar